Pattram puspam phalam toyam
yo me bhaktya prayacchata
tad aham bhakty upahrtam
Bhagawadita IX.26.
(Siapa saja yang sujud kepada Aku dengan
persembahan sehelai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah-buahan dan seteguk air,
Aku terima sebagai bhakti persembahan
dari orang yang berhati suci)

Ajaran
agama Hindu yang bersumber pada kitab suci Veda dimanapun sama, namun
pelaksanaannya berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor di
antaranya lingkungan alam, sosial budaya dan lain sebagainya. Demikian
pula hari-hari raya Hindu baik di India maupun di Indonesia, ada yang
sama-sama dirayakan dan ada yang tidak. Persamaan dan perbedaan
pelaksanaan kehidupan beragama ini merupakan ciri yang memberi kuasa dan
mewarnai pelaksanaan agama Hindu.
Di India seperti halnya umat Hindu di
Indonesia mengenal banyak hari-hari besar keagamaan atau hari raya yang
seluruhnya dapat dibedakan menjadi tiga 3 kelompok , yaitu : Pertama,
hari-hari pesta keagamaan (festivals) yang dilakukan dengan meriah,
seperti Chitrra Purinima, Durgapuja atau Navaratri, Dipavali, Gayatri
Japa, Guru Purnima. Holi , Makara Sankranti, Raksabandha, Vasanta
Panchami dan lain-lain. Kedua, adalah hari peringatan kelahiran
tokoh-tokoh suci yang disebut Jayanti atau Janmasthani seperti Ganesa
Caturti, Gita Jayanti, Valmiki Jayanti, Hanuman Jayanti, Krisna
Janmasthani, Sankara Jayanti, Ramanavami dan lain-lain dan ketiga adalah
hari untuk melaksanakan Brata(Vrata) atau Upavasa(Puasa) misalnya
Sivaratri, Satyanarayana Vrata, Vara Laksmi Vrata, Ekadasi dan
lain-lain.
Citra Purnima jatuh pada hari purnama bulan Chaitra,
yakni bulan pertama dari penanggalan Saka, pemujaan ditujukan kepada
dewa Yama, dewa maut dengan mempersembahkan sesajen berupa nasi berisi
bumbu (sejenis "bubur pitara" di Bali) yang kemudian setelah
dipersembahkan makanan atau prasadam (di Bali disebut "lungsuran")
dibagikan kepada mereka yang mengikuti upacara.
Durgapuja atau
Navaratri disebut juga Dussera atau Dasahara jatuh pada tanggal 1 sampai
dengan 10 paro terang bulan Aswasuja atau Asuji (September-Oktober)
untuk memperingati kemenangan Dharma terhadap Adharma, Upacara ini
adalah untuk menghormati kemengangan Sri Rama melawan Rawana yang
disebut juga Dasamukha (berkepala sepuluh). Konon Sri Rama berhasil jaya
oleh karena anugerah Dewi Durga, karena itu sebagian umat Hindu memuja
-Nya pada hari ini sebagai Durgapuja. Versi lain menyebnutkan sebagai
kemenangan Sri Kresna melawan raksasa Narakasura, Upacara yang
berlangsung 10 hari, sembilan hari pertama disebut Vijaya Dasani. Hari
raya yang disebut juga Dussera ini mirip dengan Galungan dan Kuningan di
Indonesia.
Dipavali, artinya persembahan lampu, disebut juga
Divali, jatuh dua hari sebelum Tilem ( bulam mati) kartika (
Oktober-November), beliau disambut dengan penyalaan lampu-lampu, kembang
api dan mercon semalam suntuk. Pagi hingga siang hari dilakukan
persembahyangan keluarga di pura-pura terdekat di samping kunjungan
keluarga, suasananya seperti Ngembak Agni di Bali.
Gayatri Japa,
jatuh sehari setelah purnama Sravana (Kasa) bulan Juli atau agustus,
sebagai peringatan turunya mantram Gayatri yang kini populer menjadi
mantra Japa yang sangat penting dan sangat dikeramatkan oleh umat Hindu.
Guru
Purnima jatuh pada hari purnama Asadha (bulan Juli-Agustus), hari ini
disebut juga Vyasa Jayanti, hari lahirnya maharesi Vyasa. Makna hari
raya ini mirip dengan Pagerwesi. Sejak purnama ini selama 4 bulan (
Caturmasa) para Sanyasin tidak lagi mengembara (karena musim hujan),
mereka tinggal di asram-asram mendiskusikan Brahmasutra dan melakukan
meditasi.
Holi, hari ini jatuh pada purnama Phalguna ( Kawulu),
bulan Februari-Maret, dirayakan diseluruh India sangat meriah , maknanya
untuk menyambut musim panas dikaitkan dengan raksasa perampuan bernama
Holika yang akhirnya mati terbakar dikalahkan oleh kenbenaran yang
dimanifestasikan oleh Prahlada. Upacaranya mirp dengan mecaru di
perempatan-perempatan desa di Bali dan membuat api unggun yang
dinyalakan pada saat menjelang malam.
Makara Sankranti jatuh pada
pertengahan januari, pada saat itu matahari mulai bergerak ke arah utara
Katulistiwa, sebagian besar umat Hindu menyucikan diri di sungai Gangga
atau sungai sungai suci lainya di India, pemujaan ditujukan kepada dewa
Surya.
Raksabandha jatuh pada hari purnama Sravana(Kasa), Juli-
Agustus hari untuk menguatkan tali kasih sayang antara suami-istri, anak
orang tua, kemenakan dengan paman/bibi, murid dengan guru dan
sebaliknya, mengingatkan cintanya dewi Sachi kepada Indra. Pada hari ini
pagi-pagi benar umat Hindu menyucikan diri ke sungai Gangga atau
sungai-sungai suci lainya. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan
pengikatan benang pada pergelangan tangan masing-masing, tanda
memperteguh ikatan kasih sayang.
Vasanta Panchami jatuh pada hari
kelima paro terang ( Suklapaksa Magha masa), yakni bulan
Januari-Februari dalam menyambut musim semi (Vasanta), seperti halnya
hari-hari suci lainya, pada hari ini juga umat hindu mandi suci di
sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainya di India, disamping
melakukan meditasi atau yoga Sadhana.
Hari-hari lainya yang
berkaitan dengan peringatan kelahiran tokoh seperti Ganesa Caturti jatuh
pada tanggal 4 paro terang Badrapada ( Agustus - september )
memperingati kelahiran Ganesa putra Siva. Para pemuja Ganesa melakukan
japa, bermeditasi mengingat nama-Nya.
Gita Jayatri adalah
memperingati turunya sabda suci Bhagawandgita, jatuh pada Ekadasi
Suklapaksa Margasirsa yakni hari ke sebelas paro terang bulan margasirsa
(Desember-Januari), seperti dimaklumi Bhagawadgita disampaikan oleh Sri
Kresna kepada Arjuna di padang Kurusetra, tepat terjadinya peristiwa
rohani ini kini disebut Jyotisara, sekitar 3 kilometer dari tempatnya
rsi Bhisma terbaring menunggu matahari bergerak keutara.
Valmiki
Jayanti jatuh beberapa hari menjelang Dipavali adalah untuk memperingati
tokoh hindu, penyusun Ramayana sedang Hanuman Jayanti jatuh pada
purnama Chaitra ( Bulan Maret-April) bersamaan dengan hari Chaitra
Purnama, untuk memuja Yama, Kresna Janasthami jatuh pada hari ke 8 paro
petang bulan Bhadrapada ( Agustus-September) untuk memperingati
kelahiran Sri Kresna di kota Mathura, sebuah kota suci ditepi sungai
Yamuna.
Sankara Jayanti jatuh pada tanggal 5 paro terang bulan
Vaisaka ( Mei-Juni) untuk menghormati tokoh spiritual India peletak
dasar ajaran Advaita Vedanta. Sri Sankara dikenal sebagai gurudeva dari
para Sanyasin di seluruh India.
Ramanavani Jayanti adalah
peringatan hari kelaiharan Sri Rama yang jatuh pada tanggal 9 paro
terang bulan Chaitra ( Maret-April) . Sri Rama lahir di kota suci
Ayodya, di Uttar Pradesh, India Utara.
Hari yang berkaitan dengan
Brata atau Upavasa adalah Sivaratri hari ini jatuh pada tanggal 14 paro
gelap bulan Maghadan Phalguna ( yakni bulan januari dan Februari ). Umat
Hindu di Indonesia melaksanakannya pada bulan Magha ( sasih Kapitu),
sedang umat Hindu di India melakukan pada bulan Phalguna ( Kawulu). Hal
ini mungkin disebabkan saat itu merupakan bulan mati paling gelap di
India.
Satya Narayana Vrata umunya dilakukan pada hari-hari
purnama seperti Kartika ( Kapat), Vaisaka ( Kadasa), Sravana(Kasa), dan
Chaitra ( Kasanga) dapat juga dilakukan pada saat bulan terbit ( tanggal
1 paro terang/penanggal). Bentuknya sangat sederhana yakni berupa
persembahan dana punia kepada para pandita dan pemberian / pembagian
makanan kepada orang-orang miskin.
Ekadasi atau Vaikunta Ekadasi
Vrata jatuh pada tanggal dab panglong dan penanggal 11 bulan Margasisra (
Desember-Januari), 2 kali sebulan berupa puasa tidak makan nasi pada
hari itu. meraka yang melakukan Ekadasi Vrata terbebas dari segala dosa.
Vara
Laksmi Vrata , dilakukan pada hari Jumat bulan Sravana ( kasa) bulan
Juli - Agustus untuk memohon kesejahteraan lahir dan bathin. Masih
banyak kita jumpai informasi tentang Brata atau Upavasa di dalam
kitab-kitab Ithiasa dan Puranba yang rupanya beberapa diantaranya
dipetik dan diabadikan dalam lontar lontar tentang Bratha di Bali.
Telah
dijelaskan di depan bahwa hari raya keagamaan yang mirip dengan
galuingan dan kuningan adalah hari Durgapuja atau Navaratri yang
diakhiri dengan Vijaya Dasani dirayakan hampir diseluruh India.
menurut
Svami Sivananda dalam bukunya Fasts & Festivals of India (1991)
India bahwa permulaan musim panas dan permulaan musim dingin, dua hal
yang sangat penting adalah pengaruh matahari dan Iklim. Pda kedua
perioda ini adalah kesempatan yang baik memuja iklim. Durga (
manifestasi Tuhan Yang Maha Esa segabai seorang Ibu) yakni dilakukan
bertepatan dengan Ramanavani pada bulan Chaitra ( April-Mei) dan pada
Durga Navarartri atau VijayaDasami pada bulan Asuji (September -
Oktober) . Sri Rama dipuja pada saat Ramanavami sedang dewi dewi Durga
di puja pada Navaratri. Durgapuja ini dirayakan secara besar-besaran
dengan menghias altar ( tempat pemujaan keluarga, biasanya dalam kamar
suci, tidak mempunyai pemerajan seperti kita di Indonesia). Tiga hari
pertama pemujaan ditujukan kepada dewi Durga, tiga hari selanjutnya
kepada dewi Laksmi dan tiga hari berikutnya kepada dewi Sarasvati.
Pada
Pucak perayaan, hari ke sepuluh ( Vijaya Dasami) sejak pagi hari umat
telah melakukan sembahyang dirumah ditujukan kepada ketiga dewi tadi,
didahului dengan pemnujaan kepada Ganesa dan diakhiri denan pemujaan
kepada dewa Siva atau Istadevata lainya. Selesai pemujaan dilanjutkan
denan Dhyana atai meditasi dan pembacaan kitab-kitab suci khusunnya Dewi
Sukta dari Rgveda, Dewi Mahatya, Bhagavadgita, Upanisad, Brahmasutra
atau kitab Ramayana. Umat pada umumnya sejak pagi sudah mengucapkan
Bhajan atau kidung-kidung memuja keagungan Tuhan Yang Maha Esa .
Berbagai jenus makanan dipersembahkan dan akhir dari persembahyangan
bersama dalam keluarga atau di pura ( Mandir ) selalu dibagikan Pradasam
atau lungsuran untuk dinikmati bersama. Dewasa ini resepsi perayaan
Durgapuja atau Wijaya Dasami dilakukan puladi kantor-kantor pemerintah
dan swasta, juga disekolah-sekolah , selesai persembahyangan pada
umumnya umat melakukan Dharmasanti, yakni kunjungan kepada keluarga
terdekat, para guru pandita maupun sahabat atau tetangga. Saat ini semua
keluarga berkumpul, karena itu beberapa hari kota-kota besar seperti
mati, karena suasananya sepi, Ketika malam tiba, mulailah dilaksanakan
pembakaran patung patung rawana yang digambarkan berkepala sepuluh, juga
adiknya kumbakarna dan putranya meghananda, di India Timur dan selatan
dilanjutkan dengan mengarak arca atau patung Durga, seorang dewi yang
amat cantik bertangan sepuluh. Pembakaran atau terbunuhnya Rawana dan
pengikutnya selalu dudahului dengan drama tari Ramayana dan keesokan
harinya umat datang ke sungai-sungai suci untuk mandi menyucikan diri.
Demikianlah pelaksanaan Vijaya Dasami, sedang peringatan tahun Baru Saka
yang kita kenal dengan hari raya Nyepi tidak dikenal/dirayakan oagi di
India, walaupun pada jaman dahulu hampir seluruh India mengenal dan
menggunakan tahun Saka. Kini di India hanya pemerintah yang menetapkan
tahun baru Saka setiap tanggal 22 Maret bila tahun biasa dan 21 maret
bila Tahun Kabisat dan masyarakat umum kurang memperhatikan hal itu. Di
India selain tahun Saka, dikenal juga tahun Harsa ( Harsa Sampat), tahun
Vikrama ( Vikrama Sampat) dan lain-lain. Informasi yang saya terima
tahun yang lalau di Nepal umat Hindu juga merayakan tahun baru Saka
bersamaan denan hari raya Nyepi kita di Indonesia. Untuk dimaklumi Nepal
adalah satu-satunya kerajaan hindu di dunia yang tempatnya di
pegunungan Himalaya. Arsitektur pura di Neval bentukya sama denan Meru
di Bali ( Indonesia), manunjukkan hubungan yang erat pengaruh Hindu (
India) terhadap Indonesia. Rupanya karena perbedaan musim dan tidak ada
raja yang menjadikan Sri Rama sebagai Istadevata maupun karena sistem
kalender yang digunakan di Indonesia, kita hanya mengenal Galungan dua
kali dalam setahun, seperti halnya juga Sarasvati puja.
Selanjutnya
bila kita memperhatikan persembahyangan yang dilakukan sehari menjelang
hari raya Holi, yakni berupa persembahan biji bijian dan bunga serta
pada air pada perempatan-perampatan desa yang telah menyiapkan kayu api
untuik apiu unggun mengingat kita pada upacara Catur Tawur Kasanga,
sehari menjelang Nyepi, sedang pelaksanaan Sivaratri hampir sama dengan
di Indonesia.
Permulaan Perayaan Galungan di Bali (Indonesia)
Sungguh
amat sulit memastikan hal ini, bila kita menegok kembali pada sumber
tradisi di Bali di antaranya kitab Usana bali dan berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh bapak K.Ginarsa terhadap prasasti-prasasti jaman
bali Kuna maka dapat disimpulkan baha Galungan telah dirayakan pada
jaman Valajaya atau Tarunajaya yang didalam lontar Usana Bali disebut
Jayakusuma putra dari raja Bhatara Guru yang memerintah pada tahun saka
1246 -1250 . Didalam lontar Usana Bali dinyatakan bahwa para raja pendek
usianya disebabkan melupakan tradisi untuk merayakan Galungan ( yakni
upacara pabhyakalan pada Kala Tiga ning Dungulan )
Bila kita
melihat upacara Sradha, yakni upacara penyucian roh sang raja Gunapriya
Dharmapathi, permaisuri raja Dharma udayana Varmadewa yang memerintah
Saka 911-929 dan ketika mangkat rohnya disatukan dengan Istadevata-Nya
sebagai Durgamahisa sura mardini, yaitu Dewi Durga sedang membunuh
raksasa dalam wujudnya seekor kerbau ( kini arcanya tersimpan di pura
kedarman burwan kutri, Gianyar), maka upacara Durgapuja telah
dilaksanakan pada waktu itu. Upacara penyatuan roh yang telah disucikan
dengan dewata pujaan (Istadevata) disebut mencapai tingkatan
Atmasiddhadevata dan hal ini dapat kita lihat dari Informasi penyucian
roh leluhur raja Hayam Wuruk, yakni Ratu gayatri di Pura penataran yang
dalam kitab Nagarakrtagama, Pura ini disebut Hyang I Palah.
Upacara
Durgapuja pada waktu itu belum disebut galungan, melainkan disebut "
atawuri umah anucyaken pitara" yang artinya upacara selamatan rumah dan
penyucian roh ( leluhur), sebagaimana bunyi prasasti Suradhipa tahun
Saka 1037.
Istilah Galungan rupanya pertama kali disebut dalam
prasasti yang di keluarkan oleh raja Jaya Sakti tahun Saka 1055,
disamping juga sesajen yang bernama Tahapan-stri, persembahan yang
ditujukan kepada dewi Durga Sakti Siva, karena dewi Durga- lah yang
dapat membasmi berbagai bentuk kejahatan dalam wujud raksasa.. Ciri khas
persembahan kepada dewi Durga adalah berupa daging babi yang sampai
kini masih tersisa di Bengala dan Nepal dan rupanya penggunaan daging
babi ( yang juga warisi di Bali) adalah tradisi dari upacara Durgapuja
itu.
Selanjnya bila kita melihat penaggalan bali, dalam hitungan
hari yang disebut Astawara, maka sejak Radite sampai dengan Anggara Wage
Dungulan, hari-hari itu bertepatan dengan Kala, karenanya disebut Sang
Kala Tiga, sedang pada hari galungan ( Buda Kliwon Dungulan) adalah Uma,
nama lain dari Durga dalam aspek Santa ( damai) pada saat ini umat
memohon anugerahnya. Hari Galungan di samping memuja Tuhan Yang Maha Esa
dalam aspek beliau sebagai Uma, Durga atau Siva Mahdeva, bagi umat
Hindu di Bali adalah juga merupakan hari pemujaan kepada leluhur. Hal
ini dapat kita lihat dari rangkaian dari dan upacara Galungan, sejak
Sugihan Jawa, Bali sampai dengan Sabtu Umanis Wuku Kuningan , akhir dari
rangkaian perayaan Galungan.
Berdasarkan penjelasan tadi,
Galungan telah dimulai sejak jaman Bali Kuna dan hingga kini tetap
dirayakan. Jelaslah bagi kita upacara Galungan memiliki kesamaan makna
dengan upacara Durgapuja atau Sradha Vijaya Dasani di India. Tentang
filsafat Galungan ini kiranya dapat dilihat dari keputusan Seminar
Kesatuan Tafsir kiranya dapat aspek-aspek agama hindu I di Amlapura,
1975 yang telah pula ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia,
sebagai hari kemenangan Dharma melawan a Dharma, kebenaran melawan
kejahatan.
Hal yang tergantung adalah adanya transformasi diri
bahwa dengan persembahyangan yang mantap pada hari-hari besar keagamaan
diharapkan kita lebbih maju dalam bidang spiritual. Transformasi yang
dimaksud adalah perubahan diri dari tadinya yang masih dibelenggu oleh
sifat loba atau tamak, angkuh, suka menipu orang dan perbuatan
sejenisnya berubah menjadi dermawan, suka menolong hidup lainyua.
Transformasi diri akan terjadi dengan sendirinya bila mampu
mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Apakah
artinya berbagai bentuk perayaan dan persembahyangan yang kita lakukan
bila tidak terjadi perubahan diri, sipat-sifat Adharma senantiasa
menguasai kita. Tentunya hal itu akan sia-sia.
Sebenarnya banyak
hal yang dapat dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari raya
keagamaan ini dan sesuai pula dengan pengertian agama yakni mewujudkan
"kerahayuan jagat", disamping kegiatan ritual, kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan dan kemanusiaan sangat mutlak dilakukan. Disinilah pentingnya
aktualisasi dan reaktualisasi agama dalam kehidupan bersama dalam
masyarakat. Panitia-panitia perayaan yang ada pada lingkungan desa atau
kantor instansi pemerintah atau swasta dapat melakukan berbagai kegitan,
misalnya dengan donor darah, mengunjungi panti asuhan dan rumah jompo,
memberikan pelayanan kesehatan, penghijaun dan lain-lain. Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat melalui Pesamuhan Agung 1989 yang lalu
menetapkan 6 meteda pembinaan umat, yakni: Dharma Vacana (yakni
kotbah/ceramah agama), Dharma Tula (diskusi/sarasehan agama), Dharma
Gita (menyayikan lagu-lagukeagamaan), Dharma Santi (Silaturahmi/resepsi
), Dharma Sadhana (merealisasikan ajaran agama melalui yogasamadi ) dan
Dharma atau Tirthayatra mengunjungi tempat-tempat suci untuk mendapatkan
kesucian diri ). Bila 6 kegiatan ini dapat dilakukan maka transformasi
diri denngan sendirinya terjadi. Semogalah *
Om Dirghayur astu tat astu svaha
Om Santih Santih Santih