Yoga dan Meditasi
Yoga bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan agama atau
kepercayaan tertentu. Yoga adalah Yoga. Yoga merupakan suatu tehnik spiritual
yang lebih tua dari agama apa pun juga di dunia, termasuk agama Hindu, agama
tertua yang dikenal dalam catatan sejarah manusia.
Agama Hindu adalah agama yang berdasarkan kitab suci Veda.
Sementara kitab Veda pertama kali digubah sekitar tahun 5000 SM, pada saat
masuknya bangsa Arya ke India. Sementara Yoga sudah dikenal oleh masyarakat
India jauh sebelum datangnya bangsa Arya. Para Yogi (praktisi yoga) sudah
terdapat di India jauh sebelum jaman Veda. Sampai saat ini, praktisi yoga tidak
hanya pemeluk Hindu saja, namun dari berbagai agama dan kepercayaan. Bahkan
dalam beberapa literatur, disebutkan beberapa nabi dan orang-orang suci pun
juga menjadi praktisi yoga, seperti Yesus dan nabi-nabi lain yang sulit
disebutkan di sini. Yoga adalah milik dunia, milik semua insan yang ingin menjalani
kehidupan spiritual. Tanpa ada ikatan agama maupun tradisi. Sebagaimana sinar
matahari, semua insan berhak berjemur dibawahnya.
Namun harus diakui, bahwa Yoga yang diketahui sekarang
merupakan warisan dari khazanah budaya India. Maka istilah-istilah dalam Yoga
mempunyai banyak kesamaan dengan istilah-istilah dalam agama Hindu, karena
keduanya sama-sama lahir dalam tradisi kebudayaan India. Oleh karenanya, bila
ingin mendalami Yoga, harus tidak keberatan menerima istilah-istilah India.
Sebagaimana kita tidak pernah keberatan menggunakan istilah-istilah Latin, bila
belajar ilmu kedokteran. Menggunakan istilah-istilah Jepang dalam belajar
Karate dan istilah-istilah Cina dalam belajar Kungfu. Atau, mempelajari
buku-buku bahasa Inggris untuk mendalami ilmu Ekonomi.
Yoga berasal dari suku kata yuj, dalam bahasa
Sansekerta berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan".
Bila kita mengenal Karate atau Kungfu sebagai sebagai suatu tehnik untuk
membela diri, maka Yoga merupakan suatu tehnik untuk mengenal diri. “Siapa
yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”. Perlu ditegaskan lagi,
bahwa Yoga adalah suatu sadhana (latihan yang bersifat spiritual). Bukan
sebagaimana dipahami sekarang,Yoga diartikan sebagai senam atau latihan
kanuragan.
Sebagaimana ilmu bela diri, berlatih Yoga juga memerlukan
disiplin yang keras. Tidak ada dispensasi untuk memperpendek jalan. Namun,
berlatih Yoga tidak ada istilah terlambat untuk dimulai. Apakah seorang anak -
orang tua, wanita - pria, cacat - sehat, terpelajar - buta huruf, bahkan
seorang yang suci atau pendosa pun dengan kesungguhan hati semuanya dapat
berlatih Yoga.
Jenis-jenis Yoga
Secara
garis besar Yoga ada 4 jenis, yaitu:
Karma Yoga, Bakti Yoga, Jnana Yoga, dan Raja Yoga. Adapun Mantra
Yoga, Japa Yoga, Hatha Yoga, Kundalini Yoga, Kriya Yoga, dll. dikatagorikan
sebagai Raja Yoga.
Karma Yoga, yoga yang dilakukan melalui
kehidupan tanpa pamrih. Para praktisinya tidak pernah mengeluh menghadapi
persoalan. Semua masalah dipandang merupakan akibat dari karma, maka harus diterima
dan dihadapi. Konsep ini banyak disalah-pahami sebagai konsep hidup pasip,
padahal konsep ini justru membawa manusia menjadi aktip dalam menghadapi
kehidupan. Karma Yoga mengajarkan pada manusia untuk menghadapi dan
menyelesaikan persoalan, bukan melarikan diri dari persoalan.
Bila anda praktisi Karma Yoga, maka persoalan apapun
yang terjadi harus anda terima, tidak melarikan diri. Melarikan diri bukan
solusi, tapi justru menimbun persoalan dan membuat persoalan baru. Persoalan
tidak akan pernah hilang, yang ada hanyalah penundaan dan penumpukan. Untuk
menyelesaikannya, mau - tidak mau, suka-terpaksa, semua harus dihadapi. Entah
kapan, yang jelas semua persoalan perlu penyelesaian. Banyak penderita stress,
bahkan yang bunuh diri, dikarenakan tidak mau menerima suatu persoalan sebagai
kenyataan dan menyelesaikannya, kemudian melarikan diri tanpa mau menghadapi
dan menyelesaikannya.
Bakti Yoga, yoga yang dilakukan dengan berbakti kepada Tuhan, yaitu
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Semuanya dilakukan dengan
cinta tanpa memiliki pamrih apa pun (termasuk ingin masuk sorga). Kecintaan
praktisi Bakti Yoga (Bakta) bermakna luas. Bukan hanya pada Tuhan, namun juga
pada semua mahluk ciptaan-NYA. Mencintai ciptaan-NYA merupakan manifestasi dari
mencintai Sang Pencipta. Cinta seorang Bakta tidak membeda-bedakan ras, suku,
bangsa, dan agama. Tidak membenci yang miskin - yang kaya, yang indah - yang
buruk, yang pintar - yang bodoh, yang beriman - yang kafir. Semuanya dicintai,
bahkan binatang, tumbuhan, dan batu-batuan pun tidak luput dari kecintaan
seorang praktisi Bakti.
Jnana Yoga, yoga yang dilakukan dengan jalan pengetahuan. Praktisi
yoga ini adalah para intelektual, dengan cara mengkikis kebodohan manusia.
Dengan terkikisnya kebodohan, maka manusia semakin pandai. Semakin pandai
manusia, terhapuslah kemiskinan, ketidak-adilan, dan kesewenangan. Dengan
demikian semakin damai dunia. Semua itu dikarenakan manusia tahu akan hakekat
dirinya. Manusia yang tahu hakekat dirinya, maka dia akan tahu hakekat
Tuhannya. Itulah tugas para praktisi Jnana Yoga.
Raja Yoga, yoga yang dilakukan dengan cara mempraktekkan secara
langsung tata cara pengedalian pikiran dan kesadaran indra-indra manusia. Raja
Yoga memuat berbagai disiplin fisik dan pikiran, semua dilakukan dalam rangka
menuju kepenyatuan seorang hamba dengan Tuhan. Hasil dari semua itu disebut
Pencerahan, Manunggaling Kawula Gusti (Jw.). Makrifatullah (Is.). Apapun
namanya, bukan suatu masalah yang patut diperdebatkan. Bagi praktisi yoga, yang
penting adalah pelaksanaannya.
Perkembangan kemudian, hanya Raja Yoga lah yang dikenal
sebagai Yoga. Bagi praktisi Raja Yoga, praktek Hatha, Japa, Mantra, Kundalini,
dsb. bukanlah sesuatu yang terpisah. Seorang praktisi Yoga yang sempurna, juga
melakukan praktek Bakti, Karma, dan Jnana. Sebagaimana seorang yang taat
beragama, tidak hanya melakukan ritual peribadatan pada Tuhan saja, tapi juga
melakukan semua aturan moralitas dan hukum yang telah digariskan.
Guru
Belajar Bakti, Karma, Jnana bisa saja tanpa guru, tapi belajar
Raja Yoga keberadaan seorang guru/pembimbing merupakan syarat mutlak.
Seperti melakukan Kundalini Yoga, mengaktifkan cakra-cakra adalah pekerjaan
yang sukar dan berbahaya tanpa adanya bimbingan seorang guru. Kitab Siva
Samhita menerangkan bahwa belajar Yoga tanpa guru sungguh tidak berguna, lemah,
dan menyedihkan. Bagi seorang murid yoga, mendapatkan seorang guru merupakan
suatu anugrah yang luar biasa, tidak bisa diukur dengan harta,tahta, dan nyawa
sekali pun karena hanya pengetahuan yang diberikan dari bibir seorang guru saja
yang penuh kekuatan dan sangat berguna.
Seorang guru dapat memberikan sakti sancara (pemberian
kekuatan batin) kepada murid. Cara yang dilakukan pemberian tersebut dengan
jalan spharsa (menyentuh), dharsana (memandang), atau dengan cara sankalpa
(berkehendak). Orang yang sering bermeditasi akan merasakan betapa berbedanya
meditasi sendiri selama bertahun-tahun dibanding meditasi dengan seorang guru
beberapa menit saja. Kekuatan rohani seorang guru memberikan berkah baginya. Demikian
pula dalam Yoga keberadaan seorang guru adalah sangat esensial.
Mencari seorang guru bukan hal yang mudah. Seseorang yang
berdekatan dengan guru akan mengalami ketenangan. Seorang guru terbebas dari
segala problem mental. Seorang guru hidup penuh kemuliaan moralitas. Seorang
guru memiliki kontrol terhadap semua lapisan jiwa. Seorang guru tidak hanya
mengajar, tapi juga menuntun murid pada kemajuan lebih lanjut. Demikian sekilas
tentang ciri-ciri seorang guru yang berkwalitas menurut kitab-kitab Yoga.
Selama bumi masih berputar, seorang guru selalu ada. Seringkali seorang guru
menghampiri kita. Persoalannya, apakah kita mau menjadi murid atau tidak.
Keangkuhan dan kebodohan diri yang seringkali menjadi hambatan untuk berjumpa
dengan guru.
Teknik yoga merupakan explorasi terhadap diri sendiri,
sehingga dapat memaksimalkan segenap potensi diri yang belum dikenali. Tubuh
manusia merupakan perangkat komputer yang super canggih sekaligus pesawat yang
dapat membawa dirinya menjelajah ke seluruh pelosok penjuru bumi dan langit (semacam
peristiwa mi`raj Nabi Muhammad-Is.). Yoga membawa manusia untuk melampaui
yang fana, baik yang tampak maupun tidak tampak.
Belajar yoga menuntut pengalaman langsung. Tidak hanya
berkutat pada pengetahuan saja, seperti para cendekiawan, pakar agama, dan ahli
filsafat. Mereka lebih senang berolah pikir dan berdebat tentang alam, manusia,
dan Tuhan. Namun, tidak pernah sampai pada pengalaman yang lebih jauh tentang
alam, manusia, dan Tuhan. Bahkan seringkali justru terjerumus pada pen-dewa-an
akal dan alam, kemudian mengesampingkan Tuhan. Mereka tidak memiliki pengalaman
rohani, karena tidak pernah menterjemahkan pengetahuannya dalam hidup
sehari-hari. Menguasai berbagai kitab suci, tapi tidak memahaminya. Memahaminya
tapi tidak melaksanakan. Di sini-lah perbedaan antara para yogi (sufi-Is.)
dengan para ahli kitab (cendekiawan).
Latihan yoga tidak harus meninggalkan keluarga dan menyepi
di hutan. Seorang yogi (praktisi yoga) bisa saja berada di tengah keramaian
dunia. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur, tapi tidak tercemar oleh
lumpur. Tidak hanya orang Hindu atau Buddha saja yang dapat menjadi yogi. Siapa
pun bisa menjadi yogi, bahkan banyak orang yang tidak pernah mendengar
istilah-istilah dalam ajaran yoga, tetapi hidup mereka bagaikan seorang yogi.
Patanjali
Patanjali, seorang yogi (praktisi yoga), menerangkan bahwa
yoga memiliki 8 bagian yang tidak terpisahkan, yaitu : Yama (mengendalikan
diri), Niyama (ketaatan), Asana (Sikap badan), Pranayama (pengaturan nafas),
Pratyahara (Pengaturan diri/indra), Dharana (Konsentrasi), Dhyana (Meditasi),
dan Samadhi (Keseimbangan). Bagian-bagian yoga tersebut tidak dapat dipisahkan,
sebagaimana bagian tubuh manusia yang juga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Pengaturan nafas tanpa pengaturan diri, bukanlah Yoga, demikian seterusnya.
Kedelapan bagian tersebut adalah satu kesatuan.
Lebih lanjut Pantanjali menjelaskan. Yama berarti
menghindari kekerasan (Ahimsa), mantap dalam kebenaran (satya), mantap dalam
kejujuran (asteya), Hidup dalam Tuhan (Brahmacharya), tidak tamak (Aparigraha).
Dan, Niyama berarti menjaga kebersihan dan kesucian diri (sauca), merasa
puas dengan apa adanya (samtosa), sederhana (tapah), mempelajari diri sendiri
(swadaya), dan menyerahkan segalanya pada Tuhan (Iswara pranidhana).
Asana
tidak hanya berarti sikap yang nyaman dalam postur-postur yoga, tapi pola hidup
yang nyaman, yaitu pola hidup yang seimbang. Makan tidak berlebihan-puasa juga
tidak berlebihan. Mencintai tidak berlebihan-membenci juga tidak berlebihan,
dan seterusnya. Rasa nyaman ini harus permanen-tidak temporer.
Pranayama yaitu menyadari proses pernafasan. Menyadari proses
pernafasan berarti menyadari tipisnya jarak antara kehidupan dan kematian.
Bermula dari sini manusia akan mencapai tingkatan kasih tanpa pamrih. Tingkatan
ini-lah yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Pratyahara berarti menyadari pola-pola berpikir. Pola pikir terkendali
maka kontrol diri (indra-indra) juga terkendali. Dengan demikian seseorang
tidak akan tergoda oleh objek-objek duniawi. Peng-haram-an atas objek-objek
dunia, seperti sex bebas, narkoba, dsb. Tidak akan banyak membantu. Justru, pelarangan
tersebut seringkali membuat seseorang terobsesi. Ajaran yoga tidak mengharamkan
sesuatu apa-pun, tapi menuntut pengendalian/pelepasan diri terhadap objek-objek
duniawi tersebut. Demikian-lah yoga, menuntut pelepasan ego secara luas. Selama
seseorang belum dapat mengendalikan dirinya, maka tidak dianjurkan melakukan
yoga (jalan spiritual). Karena tujuan yoga adalah menenangkan danau pikiran
manusia sehingga bayangan ilahi nampak terlihat dengan sangat jelas. Oleh sebab
itu, supaya pikiran tidak kacau maka dibutuhkan niat yang kuat dalam
melaksanakan yoga.
Dharana
(konsentrasi), mencapai konsentrasi berarti seseorang telah mencapai ketenangan
yang alami. Ketenangan yang permanen-bukan dibuat-buat. Pada bagian ini
seseorang mencapai kedamaian Illahi sekaligus memancarkan cahaya ilahi pada
lingkungannya. Tidak ada lagi gundah-gulana, sedih-gembira, baik-buruk, yang dapat
mempengaruhinya. Selanjutnya Dhyana (meditasi yang mendalam), menyadari
sesuatu tanpa ada gangguan lagi.
Kemudian bagian terakhir Samadhi (tujuan akhir
meditasi), kondisi ini tidak dapat lagi dijelaskan. Inilah pencerahan, tempat
pertemuan antara kekasih dengan yang dikasihi, pertemuan antara hamba dengan
Tuan, pertemuan antara Khalik dengan mahluk.
Demikian sekilas penjelasan tentang 8 bagian yoga yang
diajarkan oleh Patanjali. Kedelapan bagian tersebut berkaitan-tidak bisa
dipisahkan. Pelaksanaan dari 8 bagian tersebut itu-lah yang disebut yoga dalam
arti yang sesungguhnya. Ini perlu dijelaskan karena bagi masyarakat Indonesia,
yoga seringkali disalahartikan sebagai “akrobat” atau semacam “praktek-praktek
klenik”, dan lain sebagainya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar